Selasa, 21 Juli 2009

proposal hidup jilid satu

dan begitulah kiranya proposal itu saya serahkan pada Sang Pemilik Segala.proposal yang baru saja saya rampungkan pagi tadi, tepat setelah saya menyelesaikan rakaat terakhir (dari empat rakaat) shalat dhuha saya. begitu melegakan. seolah ada ribuan kilogram beras yang jatuh sudah dari pundak saya *lagian iseng amat kemana2 nggotong beras*

jujur saja, sebelumnya bahkan tak terpikirkan bagi saya untuk benar-benar menyusun "proposal hidup". bukannya tak pernah mendengar, tapi saya tak pernah sungguh-sungguh berniat membuat sendiri proposal hidup saya. kala itu saya berpikir, untuk apa bikin proposal hidup segala? bikin proposal berarti saya harus punya rencana matang, mau diapakan hidup saya ini nantinya. belum lagi kalau ternyata rencana yang saya susun ternyata gak ada satupun yang berhasil *seperti cerita sahabat saya yang katanya kapok bikin proposal hidup sejak sebagian besar rencana yang telah disusunnya hancur berantakan*. saya merasa hidup saya masih terlalu labil, selalu terjadi perubahan disana-sini. entah itu perubahan niat, perubahan cara pandang, hingga perubahan cara menjalani hidup itu sendiri *ckckckk, bahasanyaaaa...*

intinya, saya bahkan merasa tidak siap sekaligus tidak tahu bagaimana harus menentukan 'ingin saya apakan hidup saya ini'...dohhhh! *tepok jidat*

sampai dengan tadi pagi.

semuanya memang tidak saya rencanakan. maka kemudian hal inilah yang saya ambil sebagai pelajaran: bahwa dalam menyusun proposal hidup, saya nggak perlu terlalu ngoyo untuk menyeesaikan SEMUANYA sekaligus. mmmm, maksud saya gini. dalam hidup tentunya kita punya banyak aspek, seperti pendidikan, keluarga (membentuk keluarga misalnya), kesehatan, pekerjaan, dan banyak lagi yang lainnya. nah, proposal hidup bisa kita analogikan sebagai project proposal yang sifatnya parsial. misalnya nih, saat ini saya sudah menyelesaikan proposal hidup saya tentang pendidikan. saya sudah merencanakan apa yang ingin saya lakukan berkaitan dengan pendidikan saya. kalau ternyata saya belum menemukan ide bagus tentang apa yang ingin saya lakukan berkaitan dengan membentuk keluarga (menikah, misalnya), ya jangan terlalu dipaksakan untuk buru-buru selesai. santai saja...nanti juga idenya ketemu kok :)

tadi pagi, proposal mengenai salah satu aspek dalam hidup saya sudah saya serahkan pada Allah. detail, sangat detail. awalnya spontanitas aja sih. tiba-tiba saya ingin merencanakan sesuatu dengan sangaaaaaaaaaat detail. sempat terlintas di benak saya, apa gak terlalu soktahu dan takabur ya kalo saya menentukan apa yang saya mau dengan terlalu detail seperti itu?? tapi belakangan baru saya berpikir, apa salahnya? saya pernah membuat proposal kegiatan untuk acara di kampus hingga proposal penelitian skripsi saya. dan saya ingat benar, saat itu saya membuatnya dengan sangaaaaaaaatt...detail. tujuannya apa? ya supaya kita punya arahan tentang apa yang harus kita lakukan agar rencana-rencana itu bisa terwujudkan dengan sempurna. ada jadwal pekerjaan, ada deadline, ada tahap-tahap kerja, dan tentunya ada hasil yang diharapkan. nah, kalau untuk hal-hal sepele itu saja saya bisa bikin begitu detail, kenapa untuk hidup saya yang sangat-sangat tidak sepele ini saya nggak bisa?? kan aneh...

seorang teman bertanya pada saya, apa saya tidak takut kecewa kalau ternyata rencana saya tidak terwujud??

yahh...bukankah manusia memang hanya diberi hak sebatas untuk merencanakan???

masalah hasil akhir, adalah mutlak hak prerogatif Allah. tak ada yang bisa mengutak-atik keputusan final itu kan?

dan saya tahu, bila tak satupun rencana saya yang terwujud nantinya, saya yakin benar bahwa Allah sejatinya telah mengoreksi dan mengganti kesalahan-kesalahan yang saya perbuat dari proposal itu dengan hal lain yang lebih baik bagi saya. saya tau saya tak perlu khawatir :)

Tidak ada komentar: