Rabu, 19 Oktober 2011

Senin, 10 Oktober 2011

semangka: semangat kakak!

gak sengaja ketemu akhirnya berujung sharing ringan sama tetangga komplek. sama-sama ambil master (doi udah lulus tapinya) dan sama-sama punya anak (anaknya dua, umur lima sama empat tahun).

kesimpulannya: ngerjain tesis disambi ngurus anak itu SUSAH TIADA TARA. perlu niat ekstra kuat, juga usaha ekstra keras (jadi bukan niatnya aja ya, yas. catet itu).

tapi... kalau dia bisa, kenapa saya enggak??


hmmmppbhbhbhhhfff.... BISA kok yas, PASTI BISA.

bersama kesulitan, ada kemudahan.

yak.
meski sulit, tapi toh pembimbingnya baik dan supeeeeerrr pengertian.
meski sulit, masih ada temen di luar negri yang bisa dimintain tolong akses jurnal (dan sepatu futsal).
meski sulit, selalu ada hiburan penyejuk mata yang menenangkan.

dan meski sulit, akan selalu ada Allah untuk dimintai pertolongan. dalam bentuk apapun :)

*nyemangatin diri sendiri itu susah-susah gampang. nulis doang gampang, ngejalaninnya yg susah, hehehe...*

Kamis, 06 Oktober 2011

ospek: the never ending topic

satu peristiwa sederhana bisa menjadi sumber penyebab terjadinya besar. eh itu teori apaan ya? efek kupu-kupu ya? jadi ceritanya, gara-gara tadi siang alanna dibawa main sama tetangga sebelah, saya jadi bisa online dan chatting sebentar sama seorang adik kelas. awalnya sih ngobrolin kerjaan, trus akhirnya membahas hal yang rupanya sedang heboh di kampus. lagi-lagi soal ospek. masih cerita lama sih, pro kontra pelaksanaan ospek. tapi yang bikin heboh karena perkara ini dibahas di ruang publik, jejaring sosial yang isinya jutaan umat manusia. nah, trus apa hubungannya ya sama efek kupu-kupu tadi? ga tau juga sih, asal nyablak aja saya mah, hehehe... lagian setelah dikoreksi, ternyata efek kupu-kupu bukan itu kok definisinya, kata suami saya itu namanya efek domino *yang mana dia sendiri ragu, bener apa enggak itu namanya efek domino, kelamaan gak maen gapleh katanya :p*

sepulang dari kantor dan membawa sate padang pesanan saya, kami berdua makan malam sambil membahas soal pro-kontra ospek tadi. ternyata yah, sate padang adalah menu yang cocok disantap saat mendiskusikan isu yang sedang panas. kenapa? mungkin karena bergizi tinggi *dan berkolesterol tinggi*, saya jadi mendadak mencetuskan komentar yang kalo di istilah game Tetris bisa dikategorikan sebagai komentar "pinter juga lu". bukan muji diri sendiri loooh, ini suami yang bilang. mungkin tumbenan aja saya bisa komentar kayak gitu karena biasanya komentar saya tipikal komentar "bego lu" atau "coba lagi jek", hehehe...

apa yang saya pikirkan sebenarnya sederhana. kalau dirunut kan akar masalah sebenarnya tuh gara-gara ada pro-kontra seputar 'kekerasan' yang ada di ospek. saya kasih tanda kutip karena batasan kekerasan di ospek cenderung berada di grey area (pinjem istilahnya mbak senior), entah itu tamparan, bentakan, bahkan push-up. saya sendiri juga sempat mengalami hal-hal kayak gitu sembilan tahun lalu. eh tapi saya udah lupa lho rasanya :p. well, saya nulis ini gak bermaksud membahas 'kekerasan'-nya melainkan tujuan ospek itu sendiri. soalnya ada lho yang berpendapat bahwa tampar-bentak itu adalah bentuk tanda sayang senior buat juniornya, toh kalau memang fair, seingat saya dulu kita boleh kok membalas tamparan senior yang mendarat di pipi kita, yaaa terlepas dari kita berani apa enggak membalasnya :D.

what i thought was, tujuan ospek itu sebenarnya apa ya?? ingatan saya mengembara ke masa enam tahun silam, masa dimana angkatan 2004 memulai hari pertamanya di ospek jurusan. berminggu-minggu sebelumnya, saya dan teman-teman angkatan 2002 berpikir keras mengenai konsep ospek seperti apa yang ingin kami jalankan untuk adik-adik 2004. sumpah yaaa, itu bener-bener menguras tenaga, pikiran, sekaligus emosi. kita mikir susah-susah, meluangkan tenaga dan waktu untuk rapat bolak-balik, eeehh sekalinya tu konsep digelontorin ke forum senior, kita dibabat habis. di forum itu kita memang sama-sama senior sih, tapi untuk memudahkan kerja, senior dibagi dua, dan untuk gampangnya kita sebut PANITIA (untuk senior yang bekerja secara teknis) dan SENIOR (untuk senior selain panitia). and there it was, konsep dimentahin, disuruh mikir ulang dan revisi ini itu. dibilang konsep kita cemen dan bla bla bla lainnya. urusan konsep ospek memang hal sensitif di jurusan saya, bentrok keinginan antara senior-panitia belakangan saya tahu adalah hal yang lumrah di awal-awal penyusunan konsep ospek (dan itu terjadi teruuuus menerus, dari tahun ke tahun. blunder. emang apes jadi panitia, berasa salah mulu, hahahaa). senior tentu punya ekspektasi pada para junior agar mereka jadi mahasiswa tangguh, kuat mental, gak cengeng, sekaligus cerdas. jujur aja yah, saya memang merasa dapet BANYAK banget dari ospek. terutama soal mental. respek saya untuk angkatan 2000 yang mengemas ospek kami waktu itu. bahkan hingga kini, kata-kata seorang mbak senior masih aja saya inget saking tu 'doktrin' nempel banget di kepala saya. oleh sebab itu, wajar dooong kalau saya dan teman-teman juga ingin 'mengulang sukses' ospek kami ke adik-adik junior. namun ternyata tantangannya gak mudah, mamen. saat itu pengawasan dari pihak rektorat semakin ketat, ospek harus BEBAS dari main fisik. waktu itu masalahnya, senior gak terima kalo kontak fisik ditiadakan sama sekali. masa' sih push-up sepuluh seri aja gak boleh?? sebagai mahasiswa tingkat tiga yang minim pengalaman, panitia berusaha membuat konsep yang mengakomodir SEMUA keinginan. emang bisa? GAK. lantas apakah pada praktiknya, ospek 2004 benar-benar BEBAS dari main fisik? hahahaa...boro-boro dehhhh... tapi alhamdulillaah ospek tahun itu berlangsung aman terkendali dan zero accident. kuncinya ternyata sederhana: KOMUNIKASI INFORMAL. lobi-lobi ke senior berlangsung mulus bukan pada saat rapat, tapi justru saat ngemil bareng di kantin atau ngobrol-ngobrol santai di lab sambil praktikum. yeahh, itulah untungnya ikut ospek, gak canggung ngopi bareng senior, ngebecandain senior, dan noyor kepala senior hang-out bareng senior. seandainya saya gak ikut ospek, mungkin hubungan kami gak akan seindah itu *yak, silakan muntah* *sodorin kresek*


balik lagi soal tujuan ospek, tiba-tiba saya merasa dapet pencerahan pas makan malam tadi. setelah dipikir-pikir, sebenarnya ospek itu apa sih? pengenalan jurusan? oke kalau memang itu definisi sekaligus tujuan utamanya. lalu pertanyaan berikutnya, siapa yang sebenarnya bertanggungjawab mengenalkan jurusan ini pada mahasiswa baru? apa iya mahasiswa yang lebih senior-lah yang bertanggungjawab mengenalkan jurusan ini pada mahasiswa baru?? kalau pertanyaan terakhir itu ditujukan pada saya saat ini, saya akan bilang TIDAK. saya akan dengan senang hati ikut serta mengenalkan kampus dan isinya tapi gak mau ikut bertanggungjawab kalau ada mahasiswa yang gak kenal dosennya atau gak ngerti sistem seperti apa yang berjalan di kampusnya. lalu misalnya kita ganti tujuannya, bahwa ospek itu bertujuan untuk membentuk karakter mahasiswa baru. pertanyaannya, apakah mahasiswa senior (melalui ospek) bertanggungjawab terhadap pembentukan karakter mahasiswa baru?? lagi-lagi jawaban saya masih sama. TIDAK. lantas kalau begitu, siapa dong yang bertanggungjawab atas dua hal tadi? sederhana aja sih jawaban saya: KAMPUS. soal pengenalan jurusan, kampus sudah menerbitkan buku panduan, jadi silakan pelajari dan boleh tanya-tanya senior kalau ada yang kurang mengerti. moga-moga seniornya bisa jawab :p. lalu soal pembentukan karakter. saya baru sadar mengapa dulu setengah mati kami kesulitan menyusun konsep ospek yang ideal, karena memang tujuannya TERLALU MULUK. bayangin aja, saat itu kami masih mahasiswa tingkat tiga dan belum punya pengalaman apa-apa di luar kampus, trus tiba-tiba mau bikin konsep pengembangan karakter. fyuuuhhh... gimana gak bingung, lha wong mengenali dan mengembangkan karakter diri sendiri aja masih gagap kok. eh, saya gak bermaksud bilang sok tau yaaa, tapi mari bersikap fair sajalah, tugas pendidikan karakter itu idealnya bukan tugas mahasiswa senior kan? trus tugas siapa dong? ya tugas institusi lah. tugas PENDIDIK. tugas DOSEN. jadi mestinya mahasiswa senior gak perlu repot-repot bikin konsep ospek mengenai pembentukan karakter karena hal itu SAMA SEKALI BUKAN TUGAS MEREKA. nah, KECUALI... kalau pihak kampus sendiri yang MEMINTA mahasiswa (senior) untuk bikin konsep, lain lagi itu mah perkaranya :)

jadi kesimpulannya apa dong, yas? yaaaa, memang begitulah hidup, penuh drama dan realita *preeeeeeeetttt*. saya hanya menuliskan apa yang saya pikirkan, kalau perkaranya sederhana kenapa mesti dibikin rumit, ya gak? kalau memang ospek diadakan untuk mempererat hubungan antara senior-junior, ya cukup hal itu aja yang jadi fokus. silakan para senior membuat konsep acara untuk 'menyambut' adik-adik dan merengkuh mereka dalam peluk penuh keakraban *asli ini pengen muntah*. nah kalau ternyata si adik yang malah menolak dan enggan dipeluk, ya monggo kerso. saya jamin situ yang rugi lho gak bisa kenal deket sama senior-seniornya. saya merasa, kedekatan dengan para senior adalah hal penting yang saya dapat dari ospek, soal kuat mental itu HANYA bonus istimewa. tapi ya IRONIS juga sih, seandainya waktu itu saya gak ikut ospek, saya gak tau siapa yang bisa menjadikan saya begitu CINTA dan BANGGA sama jurusan saya ini, soalnya pelajaran tentang RASA CINTA dan BANGGA itu rasanya gak saya dapatkan di kelas manapun, dengan dosen manapun. heran ya? iya saya juga heran lho. sama herannya dengan suami saya, yang melihat tulisan saya puanjang begini rupa :p.

tulisan ini hanya pendapat pribadi, no offense, no drugs, no alcohol *toyor*.

cheers! :D