Senin, 16 Mei 2011

orang sabar jidatnya lebar… #eh

sekarang saya tanya, siapa yang bilang jadi orang tua itu MUDAH??!!

harus saya akui, ternyata jadi orangtua itu gak mudah, mamen. hmm, jujur aja saya gak tertarik menggunakan kata “SULIT” sebagai pengganti kata “GAK MUDAH”. rasanya kok pesimis total kalo pake kata SULIT, menimbulkan kesan seolah gak ada lagi cara yang bisa ditempuh untuk mengatasi masalah yang ada. buat saya yang stok sabarnya pas-pasan ini, jadi orangtua benar-benar membuat stok sabar saya nyaris berada di bawah garis, alias nyaris habis. eh tapi ada yang bilang, kesabaran itu gak ada habisnya. lupa alasannya kenapa. dan lupa juga siapa pencetus kata-kata itu.

soal sabar ini, saya lantas teringat peristiwa bertahun-tahun silam. waktu awal masuk kuliah dan pertama kenalan sama yang namanya dunia kampus nan kejam *lebay*. ya tapi rasanya gak salah juga sih kalo saya bilang kejam, soalnya masa kuliah kan umumnya diawali dengan yang namanya OSPEK. dan gimana gak kejam kalo ternyata OSPEK di jurusan yang saya ambil berlangsung selama beberapa bulan! gak ada deh istilahnya ospek cuma satu-dua hari nginep di kampus dan didandanin aneh-aneh. memang sih, se’aneh-aneh’-nya OSPEK yang saya alami hanyalah keharusan untuk memakai baju kotak-kotak pada tiap pertemuan mingguan di kampus. lagipula, kostum kotak-kotak itu juga atas dasar kesepakatan kami satu angkatan karena para senior membebaskan pilihan kostum pada kami. pesannya hanya satu: yang penting KOMPAK.

seingat saya, OSPEK jurusan berlangsung empat bulan lamanya. selama itu pula saya dan kawan-kawan seangkatan berjibaku memadukan jadwal kuliah dengan jadwal ospek, plus tugas kuliah dengan tugas ospek. setiap minggu ada pertemuan rutin yang agendanya bisa berupa apa saja, dari mulai kuliah umum yang sifatnya formal, kerja bakti, buka puasa bersama, hingga acara-acara semigakjelas yang ternyata hanya memuat satu agenda: bentak-bentak. gawatnya, agenda penuh penderitaan ini bisa muncul kapan saja tanpa diduga. ujung-ujungnya, efek pasca kegiatan ini bisa dua macam: cuek-santai-gak peduli (karena sebelumnya udah nyiapin mental), atau stres akut sampe nangis-nangis (berasa gak punya salah tapi kok kena bentak juga). saya mengalami dua-duanya. ada satu titik dimana ‘ocehan’ para senior saya anggap angin lalu saking gak jelasnya hal yang mereka tuding pada kami, namun ada pula titik dimana kami syok dibentak sedemikian rupa, sehingga berpikir bahwa memang ada yang salah dengan diri kami. well, rasanya gak salah kalo saya merasa beruntung punya senior yang ajaib-ajaib begitu. penampilannya ajaib, ocehannya juga ajaib. salut empat jempol lah buat mereka! *eh ini gak dalam rangka menjilat ya, ospeknya kan udahan dari kapan tau, bow*

hingga akhirnya kami pernah berpikir, kapan ya derita ini akan berakhir?? ohiya, meski tadi saya sempat bilang bahwa ospek berlangsung empat bulan, sebenarnya pada saat ospeknya berlangsung, saya dan teman-teman gak pernah tau kapan ospek akan berakhir. yang kami tau, ospek akan berakhir di Pelabuhan Ratu, suatu tempat dimana semua prinsip-prinsip serta ideologi jurusan bakal diuji *kok berasa berat amat ya pake istilah ideologi?? ah sutralah pokoknya mah gitu*. nah, masalahnya adalah, kami sama sekali gak dikasitau kapan kami akan diberangkatkan ke sana. pemberitahuan hanya dilakukan selang 2-3 minggu sebelum keberangkatan, dan itu pun bisa molor setiap saat. kalo senior bilang kami belum siap berangkat, ya bakal diundur-undur terus sampe dianggap siap. sialnya, parameter SIAP itu juga gak ada aturan tertulisnya. senior anggap kami belum kompak, berarti belum siap. senior anggap mental kami masih lembek, berarti belum siap. kalo udah urusan siap-gaksiap gini kayaknya memang masalah prerogatif deh, toh pas giliran saya dan teman-teman jadi senior, kami juga gak punya batasan baku soal kesiapan ini, hehehe… emang jadi senior itu gak ada duanya lah :D.

daaaaaaan, tiba saatnya apa yang kami sebut penderitaan itu berakhir. BENAR-BENAR berakhir. karena sama sekali tak ada sisa kekejaman dan kebengisan senior yang kami temui berminggu-minggu lamanya, tak tersisa perintah sok-senior yang dulu membuat kami merasa begitu kerdil dan tidak berdaya, tak ada rasa segan saat ‘terpaksa’ berpapasan dengan senior di koridor kampus, bahkan sebagian dari kami tak lagi merasa perlu memanggil senior dengan embel-embel “mbak” dan “abang”. and know what, senior-senior itupun sama sekali gak keberatan embel-embelnya menguap begitu saja pasca ospek berakhir! buat saya yang masih rada-rada feodal ini, soal hilangnya embel-embel itu jadi satu hal yang lumayan bikin takjub. hingga bertahun-tahun kemudian, perbincangan seputar ospek masih jadi trending topic terutama saat momen reuni. bahkan diam-diam, ada yang kangen kena hukum push-up beratus ratus kali. tanpa disadari, meski dijalani dibawah tekanan, ospek membuat kami lebih sehat dan bugar karena setiap minggu tak pernah luput dari hukuman push-up. sekarang mah mana ada yang sengaja meluangkan waktu buat push-up, walhasil gak heran melihat sebagian besar teman-teman saya yang pria berperut buncit karena kurang olahraga :p.

well, bagaimanapun caranya, kesulitan dan penderitaan itu pasti ada akhirnya. dan akan sangat indah bila SABAR menemani kita mencapai titik akhir dari kesulitan tersebut. yang dulunya gak enak dan setengah mati kita ratapi, ternyata malah kita rindukan di masa sekarang. pada akhirnya kita sadar bahwa hidup memang berputar, gak selamanya di bawah dan tertindas, kadang kita diposisikan di atas untuk bisa menghargai apa yang terjadi saat kita ada di bawah. intinya maaah, menjadi apapun kita, entah itu jadi anak maupun jadi orangtua, jadi mahasiswa maupun jadi dosen, tetaplah berusaha SABAR seburuk apapun hari yang sedang dijalani. cukup berbekal satu keyakinan, bahwa hari itu toh pasti akan berakhir. paling tidak, satu kesulitan akan berakhir pula, ya kan?

*mencoba bijak*

Tidak ada komentar: