Senin, 14 Juli 2014

a life lesson from Gaza

 

akhirnya bisa ikut munashoroh. subhanallaah, alhamdulillaah.

terasa berat banget pas mau berangkat, karena gerimis tak kunjung berhenti. berbekal jas hujan segala model, saya-Baba-Alanna bermotor menembus rintik hujan. lagipula, pada dasarnya saya suka gerimis. lain kali saya tuliskan cerita seputar momen gerimis yang masih suka saya kenang hingga sekarang :)

janjian di Stasiun Bogor sama Uli, kita terlambat sekian detik untuk naik kereta jurusan Sudirman. gapapa, masih ada banyak waktu. sepanjang perjalanan, Alanna sempat makan hanya dengan nasi dan kerupuk, karena saya berencana akan membeli lauk setibanya di tempat tujuan. tapi anak kecil kalo laper kan ga bisa diminta nunggu ya? yasudahlah. selesai makan dia tertidur dan saya pun bisa ngerumpi sama Uli, hehehe.

setibanya di Jakarta, kami mampir numpang sholat di Plaza Indonesia. agak telat karena begitu keluar gedung PI, orasi munashoroh sudah dimulai. gerimis masih saja belum mau beranjak, namun massa tetap bertahan.

ya, di sini kami hanya kehujanan air. sementara di Gaza, hujan peluru dan mesiu. sungguh ini tak ada apa-apanya. melalui orasinya, Bu Wirianingsih, ibunda dari para hafidz/hafidzah yang mulia itu terus menggelorakan semangat dan memanas-mansi kami untuk menutup payung.

menurut jadwal, munashoroh akan berakhir pukul empat. syukur alhamdulillaah, pembawa acara mengakhiri munashoroh pada pukul tiga. sesuatu banget buat saya. bukan apa-apa, pinggang saya panas banget menggendong Alanna selama munashoroh berlangsung. bergantian dengan Baba, kami menopang Alanna sekaligus menghiburnya supaya dia tak bosan. sebenarnya dia bosan sih, sempat kelelahan dan mengeluh. tapi saya berusaha bertahan sekuat mungkin. saya ingin kuat supaya Alanna juga kuat. di usianya sekarang, saya belum bisa ‘mendoktrin’ dia tentang kekuatan, apalagi mencontohkan kekuatan anak-anak Gaza. karena itu saya berusaha mencontohkan, hanya itu yang bisa saya lakukan sekarang.

dari munashoroh kemarin saya kembali mempraktikkan satu hal yang mungkin sudah lumrah terucap. membuat saya semakin yakin bahwa jika kita melakukan sesuatu dengan sukacita, lelah yang terasa sungguhlah mudah terlupa. sampai detik ini, sejujurnya pinggang saya masih terasa panas. duduk pun rasanya gelisah. namun mengingat kebersamaan saya dengan keluarga sekaligus sahabat tercinta kemarin siang, tak ada keinginan untuk saya mengeluh sedikitpun.

atas pelajaran tentang keikhlasan, terima kasih saya tertuju untuk Muslim Gaza. semoga Allah hadiahkan surga.

munashoroh

Tidak ada komentar: