Sabtu, 12 Juli 2014

those annoying people

Disclaimer: postingan ini sangat mungkin bernada emosional dan subyektif, mohon dimaklum sebelumnya karena si penulis memang sedang geregetan dan bawaannya pengen misuh-misuh. Sekian.

Ini tentang konflik Gaza. Oke, katakan saya bodoh karena saya ga menguasai sejarah ataupun asal muasal terjadinya konflik tersebut dengan sangat detil, sehingga saya ga akan bisa menguraikan teori tentang konflik tersebut dalam tulisan ini, termasuk bahasan tentang siapa yang benar dan siapa yang salah. Sejauh ini, saya hanya bisa melihat siapa yang jadi korban dan apa yang bisa saya lakukan untuk mereka.

Saya mencoba maklum kalo ada orang yang masih nyinyir terkait konflik Gaza sekarang ini. Mungkin simpati terhadap Gaza itu terlalu mainstream, jadi beberapa gelintir orang yang sok-sokan anti-mainstream akan berusaha ‘berpikir obyektif’ dan ga ikut-ikut arus simpati kepada para korban Gaza. Kelompok orang ini mungkin mencoba berpikir obyektif sehingga berusaha mengupas sisi lain konflik Gaza dan ujung-ujungnya menganalisis ‘seberapa penting masyarakat Indonesia (dan mungkin dunia) harus bersimpati terhadap konflik Gaza’. 

Jujur aja, saya MUAK dengan mereka.

Saya udah tulis di awal bahwa saya ga menguasai sejarah konflik ini. Tapi kemudian saya menjadi terusik dengan eksisnya kelompok-kelompok nyinyir ini, terutama di dunia maya. Gengges banget. Iya sih semua orang berhak berpendapat, mangkanya saya diem aja dan ga berusaha mendebat. Pas-pasan tadi dapet tausiyah di Path, yang isinya salah satu hadits riwayat Abu Dawud:

Aku menjamin sebuah rumah di pinggir surga bagi siapa saja yang meninggalkan perdebatan berkepanjangan meskipun ia benar.

Di’selepet’ kayak gini, saya milih mingkem. Meskipun tentu aja, saya gemeeeeessss banget pengen komen dan mendebat semua orang yang nyinyir sama konflik Gaza. Abisan ya, lagi bulan puasa gini bukannya pada miara husnudzon malah pada nyinyir aja kerjaanya. Ada yang ‘nyindir’ FPI lah, bawa-bawa nama rakyat Indonesia untuk ngirim semua anggota FPI ke Gaza; ada yang banding-bandingin korban Gaza sama bayi-bayi Papua lah; ada yang broadcast imbauan untuk ga nyumbang ke salah satu lembaga kemanusiaan lah, hanya karena DIDUGA lembaga tersebut beraliran sesat; dan segala bentuk kenyinyiran yang enggak banget rasanya. Intinya sih satu, orang-orang ini pada usil ngeliat perhatian rakyat Indonesia terhadap konflik Gaza. Helaaaaw, hari gini yaaaaa -_____-*

Ah pokoknya saya males komenin balik hal-hal kayak gitu. Cukup satu kalimat aja, “yaelah bro, terserah gue kali mau perhatian atau engga ke korban Gaza, kenapa lu yang ribet?”. Kegeraman lainnya cukup saya lampiaskan melalui sarana lain, salah satunya chat sama si Brain. 

Dalam hidup, kadang ada hal-hal yang saya rasa ga perlu nguras otak untuk mencernanya. Cukup minta fatwa sama hati kita. Nurani ga akan pernah bohong, itu yang saya percaya. Menurut saya, nurani ga seperti logika yang bisa termodifikasi akibat intervensi berbagai informasi di sekitar kita. Maka seperti itulah saya memandang konflik Gaza. Saya ga perlu informasi berlebihan mengenai komposisi Muslim dan non-Muslim di Palestina ataupun aliran apa yang berkembang di sana, pun saya ga peduli sejauh mana diplomasi telah dijalankan demi perdamaian di sana. Saya hanya bisa melihat melalui foto-foto jurnalistik, bagaimana dan siapa korban yang telah jatuh, dan itu lebih dari cukup untuk membuat hati saya menjerit. Salahkah bila saya mendahulukan harta saya untuk diinfakkan ke Gaza dan bukan untuk membantu bayi-bayi Papua? Salahkah bila saya antusias ikut aksi solidaritas yang digelar sebuah partai, yang dinilai oleh pihak lain hanya sebagai bentuk pencitraan, padahal saya pribadi ikut aksi bukan karena mendukung pencitraan partai tersebut?

Bila masih juga kita menyisakan ruang untuk berburuk sangka dibalik penderitaan orang lain, mungkin kita perlu waspada. Bisa jadi ada yang salah dengan hati kita.


salam prihatin.


picture taken from here

Tidak ada komentar: